Oleh: Mesa Muslih
(Ketua PDPM Kota Mataram)
Muhammadiyah di Sumbawa lahir tahun 1940 dan mencapai puncak
kejayaan sekitar tahun 1966. Saat itu sebagian besar desa di Sumbawa telah
berdiri Ranting Muhammadiyah. Sumbawa menjadi perhatian sendiri, karena salah
seorang putranya, Prof Dien Syamsuddin kini menjadi Ketua PP Muhammadiyah.
------------------------------
Berbeda dengan di Pulau Lombok dimana dakwah Muhammadiyah
banyak dipelopori kaum pendatang, di Pulau Sumbawa, Muhammadiyah justru
diperkenalkan putra daerahnya sendiri. Di Sumbawa Besar misalnya, Muhammadiyah
lahir dari organisasi pengajian lokal yang diberi nama Masa (Majelis Ahlus
Sunah Asli).
Organisasi yang dibentuk sekitar tahun 1934 itu merupakan
perkumpulan kecil yang beranggotakan putra daerah. Tujuannya untuk memurnikan
kembali ajaran Islam yang berlandaskan Al Quran dan Al Hadits.
Menariknya, rujukan anggota Masa dalam berdakwah pada saat
itu justru buku-buku dan majalah terbitan organisasi Islam Persis. Memang ada
juga bahan kajian yang bersumber dari tulisan-tulisan tokoh Muhammadiyah,
Hamka. Namun, secara rutin anggota Masa membahas kajian Islam yang ditulis
dalam majalah terbitan organisasi Persis Bandung pada saat itu, Pembela Islam.
Artikel dan kolom tanya jawab di majalah inilah yang menjadi rujukan utama
dalam dakwah pemurnian ajaran Islam yang dipelopori kader Masa.
Meskipun sumber kajian dakwahnya adalah buku-buku terbitan
Persis, anggota Masa ternyata tidak membentuk cabang Persis di Sumbawa. Justru
sekitar tahun 1940 mereka membentuk Ranting Muhammadiyah.
Dalam buku Sejarah Pergerakan Muhammadiyah di Sumbawa yang
dikarang HA Latief Malik terungkap masuknya anggota Masa ke Muhammadiyah atas
ajakan Abdul Karim Daeng Matalli, pegawai Volkscrediet Bank Makassar (Sekarang
BRI) yang dimutasi ke Sumbawa. Abdul Karim merupakan seorang mubaligh
Muhammadiyah asal Makassar. Tak heran ketika tiba di Sumbawa yang pertama
dilakukannya adalah mencari kelompok pengajian yang bertujuan memurnikan ajaran
Islam untuk diajaknya berdiskusi.
‘’Saat baru tiba di Sumbawa, dia mendengar organisasi Masa.
Selanjutnya setelah berdiskusi beberapa lama dengan pengurus Masa, disepakati
pembentukan Ranting Muhammadiyah di Sumbawa Besar,’’ tutur Ketua PWM NTB H
Syamsuddin Anwar yang ayahnya termasuk salah satu anggota Muhammadiyah generasi
pertama di Sumbawa.
Di Sumbawa Besar Ranting Muhammadiyah dibentuk berdasarkan
SK PP Muhammadiyah tertanggal 29 Mei 1940. Ketua pertama Ranting Muhammadiyah
Sumbawa Besar adalah Abdullah Nur yang sebelumnya ditunjuk sebagai Ketua Masa.
Abdullah Nur sendiri menjadi tokoh Muhammadiyah yang mengabdikan seluruh
hidupnya untuk mengembangkan Muhammadiyah. Dia tercatat memimpin Muhammadiyah
di Sumbawa hingga tahun 1966, saat Muhammadiyah di Sumbawa tengah jaya-jayanya.
Tiga tahun kemudian tepat 6 November 1969 Abdullah Nur akhirnya meninggal
dunia.
‘’Bisa dikatakan
Abdullah Nur merupakan Bapaknya Muhammadiyah di Sumbawa, karena seluruh
hidupnya didedikasikan untuk mengembangkan Muhammadiyah disana,’’ kata
Syamsuddin.
Anggota Masa pada saat itu tersebar di sejumlah wilayah di
Sumbawa. Mereka inilah yang mempelopori terbentuknya ranting Muhammadiyah di
daerah. Dalam kurun waktu satu tahun saja, jumlah ranting yang ada sudah
mencukupi untuk terbentuknya sebuah cabang Muhammadiyah. Akhirnya tanggal 27
September 1941 ranting Muhammadiyah Sumbawa Besar meningkat statusnya menjadi
Cabang Muhammadiyah.
Komitmen para pendiri Muhammadiyah di Sumbawa untuk
membesarkan persyarikatan tersebut terbilang cukup besar. Saat baru berdiri,
Muhammadiyah Sumbawa sudah langsung memiliki gedung pusat dakwah sendiri yang
hingga kini masih berdiri di Jalan Sultan Hasanuddin nomor 33 Sumbawa Besar.
Gedung ini kemudian tidak hanya berfungsi sebagai pusat dakwah Muhammadiyah,
tetapi juga menjadi gedung Madrasah Diniyah Muhammadiyah pertama di Sumbawa.
Sayang seiring masuknya Jepang ke Indonesia gerakan
Muhammadiyah menjadi mandeg, karena Jepang tidak mengizinkan adanya organisasi
yang didirikan pribumi. Namun pada tahun 1943 Jepang sedikit melunak dan
memberi izin Muhammadiyah sebagai ‘’Perkumpulan Agama Islam’’ dengan segudang
persyaratan ketat.
Setelah masa perjuangan kemerdekaan, Muhammadiyah di Sumbawa
kembali menggeliat. Bahkan pada tahun 1952, pengurus Muhammadiyah di Sumbawa
kembali mendirikan amal usaha berupa SMP Muhammadiyah yang merupakan SMP swasta
pertama di Pulau Sumbawa. Pada kurun waktu antara tahun 1964 hingga 1966,
berdirilah sejumlah cabang Muhammadiyah baru di Sumbawa, yaitu Cabang Alas,
Taliwang, Ai’ Paya, Mapin, Seteluk, Empang dan BuEr. Beberapa tahun kemudian
lahir pula cabang baru di kecamatan lainnya. Ranting-ranting Muhammadiyah juga
tumbuh bak jamur di musim hujan. Muhammadiyah Sumbawa pun mencapai masa
keemasannya. (Bersambung)
baca juga fatwa muhammadiyah
BalasHapuspusat naturgo
baca juga fatwa muhammadiyah
Hapuspusat naturgo